Penelitian awal katalis dimulai tahun 1823 oleh Dulong P. L. Dan Thenard melalui dekomposisi NH3 dengan logam-logam, yang kemudian ditulis sesuai urutan keaktifannya: Fe, Cu, Ag, Au, dan Pt. Tahun 1825 M. Faraday melakukan sintesis ammonia dengan katalis Pt. P. Phillips (1831) mengajukan paten proses pembuatan H2SO4 melalui oksidasi SO2 dengan udara menggunakan Pt. Penelitian lebih lanjut oleh M. Faraday (1834) melalui oksidasi H2 dengan O2, N2O, NO dengan Pt, menyimpulkan bahwa reaksi dapat berlangsung bila digunakan Pt yang bersih.
Beberapa tahun kemudian, J. J. Berzelius (1836) melakukan studi extensif tentang katalis. Pada saat itu orang belum mengetahui tentang molekul. Dalam suatu jurnal, ia menyatakan: “Many bodies…have the property of exerting on other bodies an action which is very different from chemical affinity. By mean of this action they produce decomposition in bodies, and form new compounds into the composition of which they don’t enter. This New power, hitherto unknown, is common both in organic and inorganic nature…I shall…call it catalytic power. I shall also call catalysis for the decomposition of bodies by this force”.[1] Pernyataan tersebut yang kemudian menjadi definisi pertama katalis.
Penelitian selanjutnya oleh Paul sabatier (1897) melalui konsep pembentukan senyawa aktif hasil interaksi katalis-reaktan, menyatakan bahwa katalis mengantarkan reaktan melalui jalan baru yang lebih mudah untuk berubah menjadi produk. W. Ostwald (1901) melalui studi kinetik dan prinsip termodinamika, mendefinisikan katalis sebagai zat yang bila dilibatkan dalam reaksi dapat mempercepat reaksi dan tidak tergabung dalam produk reaksi. Ide lain dalam literatur datang dari Jean-Baptiste Perrin (1919), yang mengemukakan bahwa katalis mampu mentransfer energi ke reaktan, sehingga mengaktifkan molekul-molekul.
Pada dasarnya, seluruh argumen yang dikemukakan oleh Dulong P. L. Dan Thenard, M. Faraday, P. Phillips, J. J. Berzelius, Paul sabatier, W. Ostwald, maupun Jean-Baptiste Perrin adalah benar. Selain definisi yang disebutkan di atas, definisi lain tentang katalis diantaranya:
1. katalis mempercepat reaksi yang menurut termodinamika dapat berlangsung.
2. katalis mempercepat reaksi mencapai kesetimbangan, tetapi tidak mengubah kesetimbangan.
3. Untuk reaksi paralel, katalis tertentu hanya mempercepat satu reaksi saja.
Teori-teori tersebut ditegakkan berdasarkan kenyataan bahwa katalis membentuk ikatan dengan reaktan (bereaksi membentuk senyawa-antara aktif). Kekuatan ikatan tersebut harus pas, yang berarti tidak terlalu lemah agar senyawa antara tidak terlepas menjadi reaktan kembali, dan tidak terlalu kuat agar senyawa antara dapat bereaksi lebih lanjut menjadi produk. Untuk suatu reaktan, kekuatan ikatan tersebut dipengaruhi oleh sifat geometri dan sifat elektronik katalis.
Perkembangan teori katalis yang telah dikemukakan di atas juga sejalan dengan perkembangan teknologi dalam pembuatan katalis. Sejak tahun 2000, riset material skala nanometer memasuki babak yang paling progesif. Hasil akhir riset tersebut adalah mengubah teknologi yang ada, yang umumnya berbasis pada material skala mikrometer menjadi teknologi berbasis pada material skala nanometer. Penemuan baru dalam bidang ini menyebabkan aplikasi-aplikasi baru mulai tampak di berbagai bidang, salah satunya dalam pengembangan katalis, yang dikenal sebagai nanokatalis. Dengan luas permukaan katalis yang besar, reaksi pembentukan produk dari reaktan akan lebih cepat. Luas permukaan katalis yang besar dapat diciptakan dengan membuat ukuran katalis dalam skala nanometer.